Beranda | Artikel
Cara Ikhlas Menerima Takdir dan Senantiasa Ridha Kepada Ketentuan Allah
Jumat, 8 Maret 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Cara Ikhlas Menerima Takdir dan Senantiasa Ridha Kepada Ketentuan Allah merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. dalam pembahasan Kitab Raudhatul Uqala wa Nuzhatul Fudhala (tamannya orang-orang yang berakal dan tamasyanya orang-orang yang mempunyai keutamaan) karya Abu Hatim Muhammad ibnu Hibban al-Busty Rahimahullah. Kajian ini disampaikan pada 1 Jumadal Akhirah 1440 H / 06 Februari 2019 M.

Download mp3 kajian sebelumnya: Anjuran Untuk Selalu Bertawakal kepada Allah

Kajian Tentang Cara Ikhlas Menerima Takdir dan Senantiasa Ridha Kepada Ketentuan Allah

Ini merupakan perkara yang amat berat. Yaitu ridha terhadap musibah yang menimpa kita. Karena untuk bisa ridha terhadap musibah yang menimpa kehidupan kita, memerlukan kepada keyakinan yang kuat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yakin bahwa semua yang Allah tentukan pasti tidak lepas dari ilmu Allah. Dan ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mencakup segala sesuatu dan yakin bahwa apa yang telah Allah tentukan untuk dirinya InsyaAllah itu yang terbaik.

Musibah-musibah yang menimpa hidupnya, pasti disana ada maslahat-maslahat yang Allah inginkan dari kita. Seperti menggugurkan dosa-dosa kita, mengangkat derajat kita. Maka ketika kita yakin dengan perkara seperti itu, maka insyaAllah kita akan berusaha untuk ridha terhadap ketentuan yang Allah berikan kepada kita. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أول ما خلق الله القلم ثم أمره فكتب ما يكون الى يوم القيامة

“Yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena, kemudian Allah memerintahkan, maka iapun mencatat apa yang akan terjadi sampai hari kiamat.”

Maka dari itu, ini perkara yang harus diyakini. Semua kaum Muslimin, siapapun dia, wajib meyakini bahwasannya segala sesuatu telah Allah catat, telah Allah takdirkan, telah tentukan sampai hari kiamat. Maka itu menunjukkan akan kesempurnaan ilmu Allah dan kesempurnaan kekuasaanNya. Karena ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat luas dan tidak terbatas. Allah mengetahui apa yang akan terjadi sampai hari kiamat. Allah mengetahui perkara yang paling maslahat untuk hamba-hambaNya. Allah yang mengetahui hikmah-hikmah dibalik semua ketentuan dan takdirNya.

Maka kewajiban seorang hamba adalah untuk senantiasa yakin, ridha, sabar menghadapi semua ketentuan yang Allah berikan kepada dia. Bukan berarti dia tidak berusaha. Beriman kepada takdir justru mengharuskan kita untuk usaha. Salah besar bila kita beriman kepada takdir menyebabkan kita tidak mau berusaha. Secara akal manusia saja, apabila kita lapar misalnya. Lapar itu adalah takdir, tapi apakah disaat kita lapar kita berdiam diri, berpangku tangan tidak mau berusaha? Tentu ini adalah kebodohan. Kita tidak mau mencari makan disaat lapar dengan alasan ini sudah takdir. Kewajiban kita disaat kita lapar adalah berusaha untuk mencari makan. Disaat kita makan dan kita kenyang, maka disaat itu takdir juga.

Oleh karena itulah kita beriman kepada ketentuan-ketentuan Allah, takdir-takdir Allah, sama sekali tidak ada konsekuensi kita untuk diam dan tidak berusaha. Justru syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya memerintahkan kita untuk usaha mencari takdir yang baik. Sambil kita sabar menghadapi berbagai macam ketentuan-ketentuan yang memang telah Allah takdirkan kepada kita.

Kewajiban orang yang berakal adalah yakin bahwa segala sesuatu sudah ditentukan oleh Allah. Orang yang memiliki keyakinan bahwa semua belum ditakdirkan dan Allah baru tahu setelah terjadinya, ini sama saja menuduh ilmu Allah terbatas. Allah tidak tahu apa yang akan terjadi dimasa depan. Yang kedua, sama saja menuduh bahwa sesuatu bisa terjadi tanpa kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga Allah baru tahu. Tapi kalau kita punya keyakinan Allah mengetahui sampai hari kiamat, itu semua menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kalau kita punya keyakinan bahwa segala sesuatu tidak mungkin terjadi kecuali dengan kehendak Allah, maka itu ia menunjukkan bahwa semua sudah kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka ini wajib kita yakini. Namun sebagaimana sudah kita sebutkan tadi, bukan berarti kita lantas tidak mau beramal, tidak mau berusaha. Kita tidak tahu apa yang Allah takdirkan untuk kita nanti. Tapi kewajiban kita berusaha dan siapa yang bersungguh-sungguh tidak mungkin Allah menyia-nyiakannya, tidak mungkin Allah dzalim kepada hamba-hambaNya, tidak mungkin orang yang bersungguh-sungguh mencari surga kemudian tiba-tiba Allah sesatkan tanpa sebab. Tidak mungkin.

Maka ketentuan-ketentuan itu adalah sesuatu yang pasti akan terjadi. Mau tidak mau pasti akan terjadi. Kalau memang sudah Allah takdirkan, sehebat apapun kita untuk lari dari penyakit, kalau takdirkan kita sakit, pasti kita sakit. Sebaliknya, kalau ada orang hidup di tengah-tengah orang yang sakit dan penuh penyakit tapi Allah takdirkan ia tidak sakit, mak tidak akan sakit. Semua dengan ketentuan Allah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada Ibnu Abbas:

أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ

“Sesungguhnya seandainya ummat bersatu untuk memberimu manfaat, mereka tidak akan memberi manfaat apa pun selain yang telah ditakdirkan Allah untukmu dan seandainya bila mereka bersatu untuk membahayakanmu, mereka tidak akan membahayakanmu sama sekali kecuali yang telah ditakdirkan Allah padamu” (HR. Tirmidzi)

Subhanallah, ternyata keyakinan ini telah tanamkan kepada Ibnu ‘Abbas yang masih kecil.

Dan sesuatu yang tidak terjadi makhluk pun takkan mampu untuk menjadikannya. Kalau Allah tidak mengizinkan, kalau Allah tidak takdirkan terjadi, walaupun seluruh makhluk bersatu-padu supaya itu terjadi, tetap tidak akan bisa terjadi. Siapa pun tidak dan mampu mengalahkan kekuatan Allah.

Kalau suatu waktu ia ternyata ditimpa takdir kesusahan hidup atau kesulitan, maka wajib dia memakai sarung yang memiliki dua tepi. Artinya hendaknya dia memiliki dua sifat disaat dia ditimpa kesusahan, sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah. Kesusahan, kesenangan, penderitaan, semua itu telah Allah takdirkan dengan hikmah yang hanya Allah yang tahu.

Maka ketika kita ditimpa kesusahan-kesusahan tersebut, maka pakailah dua pakaian. Yang pertama adalah sabar. Memang ucapan sabar itu mudah, semua orang mampu mengucapkan kata sabar. Tapi yang sulit itu adalah dalam mengaplikasikan kesabaran dalam kehidupan kita. Bolehlah kita berbicara tentang kesabaran, bolehlah orang memberikan nasihat tentang kesabaran. Tapi orang yang berbicara tentang kesabaran, orang yang memberikan nasihat tentang kesabaran, ketika ia ditimpa musibah pun belum tentu bisa sabar. Memang betapa manisnya ucapan sabar dan betapa pahit dan getirnya disaat kita bersabar. Namun hasilnya ternyata sesuatu yang luar biasa dan ajaib.

Pakaian yang kedua adalah ridha dengan ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Supaya dengan ridha itu sempurna pahala yang ia dapatkan. Ada orang yang sabar menghadapi ketentuan, dia diberikan pahala yang sempurna. Kalau dia bukan hanya sabar, tapi ridha dengan ketentuan itu, maka ini lebih sempurna lagi pahala yang Allah berikan kepadanya.

Terkadang ada orang yang  ketika dia ditimpa oleh Allah kesusahan, kesulitan, disertai dengan rasa marah dengan Allah, tidak ridha dengan ketentuan yang Allah berikan. Sehingga akhirnya ia menganggap Allah berbuat dzalim kepada dirinya. Ia menganggap bahwa Allah tidak adil kepada dirinya. Sehingga ia marah kepada Allah, bahkan ia tidak mau lagi untuk menaati Allah. Dia mengira dengan perbuatannya seperti itu dia akan menyakiti Allah. Padahal Allah sama sekali tidak termudzarati dengan perbuatannya.

Simak pada menit ke-12:40

Simak Penjelasan Lengkap dan Download Kajian Tentang Cara Ikhlas Menerima Takdir dan Senantiasa Ridha Kepada Ketentuan Allah – Kitab Raudhatul Uqala wa Nuzhatul Fudhala


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46743-cara-ikhlas-menerima-takdir-dan-senantiasa-ridha-kepada-ketentuan-allah/